Lets Keep Write. Write your ideas, your opinion your stress, your pressure, your desire, your sadness, your disappointed, your mind. All about your emotion.  Just keep Writing!

Memasuki minggu pertama di bulan Agustus, rasanya semuanya berlalu begitu cepat memisahkan kita dengan Ramadhan, memisahkan kita dengan Lebaran. Memisahkan kita dengan hiruk pikuk percakapan banyak orang. Memasuki bulan pertama di semester akhir semester 9, yang mau tidak mau, November ini harus menjadi bulan terakhirku di tanah Ciputat, membuat setiap pergantian malamnya terasa berjalan sangat lambat dan menegangkan. Setiap pergantian anak tangga, kaki selalu menekan lebih keras, ketikaia semakin tinggi, topangan kaki pun semakin lebih hebat. Begitu juga setiap pergantian fase kehidupan. tekanan yang manusia lalui terasa semakin berat dan semakin terhimpit. Semua orang dipaksa melalui hidup yang seragam fasenya, meskipun tidak dikehendakinya.

Well, fase kehidupan setelah kuliah ini semakin beragam. kita bukan lagi anak pondok ingusan yang bau kencur tak mengerti dunia luar. Kita malah semakin mengerti dunia dan ingin menutup diri dari peredaran. Loh kok begitu? Ribuan pencapaian orang berlalu lalang di sosial media beredar, menyebarkan motivasi, inspirasi, juga menebar kesirikan dan keputus asaan.

Dari ribuan keinginan yang tertular, mungkin harus diredifinisikan lagi apa yang sebenarnya kita butuhkan dan kita mampu lakukan dalam tataran realita namun dngan tidak "biasa-biasa" saja.
Ya. Begitulah setiap ahli tercipta. Mereka memaksimalkan karunia yang Tuhan berikan pada dirinya semaksimal mungkin dengan tidak "biasa-biasa"saja. Bidangnya, tidak bisa kita seragamkan.. Tidak juga bisa kita banding-bandingkan. Yang seharusnya adalah kita kombinasikan.

Hi. Last semester. Girls. little Smart.

Dari empat kata diatas, can you imagine how her future?
Ya, lagi-lagi sosial media menjadi sumber utama, fikiran-fikiran kita yang tidaknyata, sirik menyirik pada orang yang bahkan berkenalan pun sama sekali belum. Well, Be your own-own -own self. Kalau setiap orang bermimpi menjadi seperti orang lain, maka tak akan ada kebenaran.
Ya kebenaran. Menjujuri diri sendiri. memeahami diri sendiri. dan percaya pada diri sendiri. Percaya pada qualitas diri dengan tetap menjunjng tinggi kualitas kehidupan yang lain.

Untuk target kedepan terdekat, mengapa aku lebih tertarik naik haji atau umrh dibanding ke laur negeri, meskipun kesempatanya datang ribuan kali.
Dan lagi-lagi untuk sekarang, mengapa aku lebih tertarik anjuran menikah oleh nenekku dibanding mengejar s2 ke luar negeri meskipun hal itu sangat mampu aku lakukan.
Mengapa aku membayangkan akan lebih memilih mengajar santri-santriku dibanding ikut calon-calon  pemilihan pemimpin?

Ya lagi-lagi ini soal kadar kebahagiaan. Bahwa diriku terdidik, hidup bukan untuk terus menerus membahagiakan diri sendiri, tapi mengutamakan keinginan orang lain...
Mungkin terlihat sederhana dan biasa-biasa saja, sangat berbeda dengan moto ku diatas. Mungkin bahkan terlihat sederhana dan tidak bernilai sama sekali.
Tapi teernyata ada yang menyilaukan dibalik topeng itu semua, yakni bersinarnya hati, bersihnya ketulusan untuk memberi, serta keikhlasan dalam mengabdi.
Mengabdi adalah kunci kehidupan dari semua kunci. Pangkal semua kegiatan di dunia ini. Begitu tutur Ibu Nyai padaku.

Lagi-lagi soal kenikmatan hati, kepuasan hidup dan pengabdian yang menjadi pangkal perjalanan.
Begitulah caranya kita memilih keinginan dari ribuan mimpi yang diraba nyata.


CIteureup, 4 Agustus 2015.