Jaman sekarang itu,,, 
Jutek dikira nggak ramah, Ramah dikira mau nge hipnotis
Berpendapat dikira  Curhat, Mengubah pendapat dikira labil
Puitis dan romantis dibilang galau, peduli dibilang kepo
Detail dibilang rempong, berevolusi dibilang Lebay.

Mungkin seperti itulah gambaran kehidupan jaman sekarang yg serba pendek. Pendek pertimbangannya, pendek efeknya Pendek ngerjainnya. Di malam yg sunyi ini, aku akan sedikit membahas tentang baris kedua dari syair di atas, Unsur-unsur kebaikan.




Gus Dur pernah berkata : Berbuat baiklah kepada semua orang, maka kau tak akan ditanya apa agamamu!"





Aku sendiri awalnya masih ragu, masih adakah setetes ketulusan di kota kecil padat penduduk dan masalah sosial ini?  Kota yang tak pernah alpa dilewati ribuan orang yang beraktivitas setiap hari dengan tujuan dan kepentingan yang berbeda-beda, membawa atmosfer Ciputat kian hari semakin penat bagi yang merasa penat. Namun, bagi orang-orang yang bisa menghargai nikmat sekecil apapun. Lubang jarum pun akan terasa longgar dilewati. :)

Ciputat, kota pinggiran Jakarta yang disebutsebut sebagai kota  pencetak pemikir-pemikir nasional handal pada eranya. Na mun kini tak beda dengan kota-kota lainnya yang sibuk meentukan pemimpin-pemimpin mereka dengan berbagai skenario pesta demokrasi yang tertanam. Tapi bukan itu fokus pembahasanku kali ini Namun, tentang serpihan mutiara yang bersinar di tengah tandusnya Kota Ciputat ini,  sebuah ketulusan yang diberikan oleh seorang Ibu tua kepada para penuntut ilmu, dengan segala keterbatasannya.

     Minggu subuh tadi, ia sudah siap dengan celana trainingnya berjalan menapakai gang kecil seluas 2 meter setengah menuju pasar tradisional denganberjalan kaki. Senyumnya nampak terukir jelas, menampakkan kesyukuran yang terlukis untuk setiap hari yang telah ia lewati bersama suami dan keluarga kecilnya hingga detik itu. Ia membeli kebutuhan-kebutuhan warung di rumahnya, sekaligus membeli bahan bahan makanan untuk syukuran anaknya yang diterima sebagai pegawai negeri pada hari itu. Tak ada yang istimewa dari ibu tua tersebut. Pakaian trainingnya sudah nampak pudar karena  sering dipakai setiap minggu untuk berolahraga. Berbeda dengan mahasiswa-mahasiswa yang selalu merasa tugas mereka sangat berat, yg lebih memilih mengistirahatkan matanya diatas kasur, ketimbang mencari keringat keluar rumah.

      Ia begitu ramah dengan warga disekitarnya. Perhatian. Dan sangat baik. Hampir tak ada yang tidak megenalnya. Bergaul dengan baik, membantu yang membutuhkan pertolongan, selalu menebar senyum di pagi hari dengan suamiya pada setiap mahasiswa yang ingin berangkat ke kampus. Bahkan tak jarang ketika mahasiswa-mahasiswa yang sakit, ia tengok dan ia rawat semampunya. Anak-anak dan cucunya pun begitu ramah. Sehingga para mahasiswa yang bertempat tinggal persis disamping rumahnya sudah menganggap sebagai keluarga. Sangat ibu sekali.

     Ibu tua tersebut hanya lulusan SMP, sedangkan suaminya lulusan SD, mereka tidak punya riwayat pendidikan hingga berlembar-lembar. mereka tidak punya sertifikat training dan pelatihan bertumpuk-tumpuk. Mereka juga tak punya gelar nama depan atau nama belakang. Untuk membaca alqur'an pun masih perlu dilatih sesering mungkin. Tapi  ini bukan pada qualitas manusia sudah seberapa banyak yang mereka punya. sudah seberapa tinggi ilmu yang mereka tuntut. Tapi, entah mengapa sikap hormat moril berbagi kebaikan yang tulus satu sama lain terasa lebih mulia ketimbang semua title dan jabatan tersebut.

"Its not about how much we have got. But about how much we have shared" -Ka Riana-

Akhir-akhir ini aku sering takjub melhat orang-orang baik disekitarku, karena dr awal, perasaanku sudah apatis dan individualistis melihat warga ibu kota ini. namun, setelah bertemu beberpa orang yang bisa membuatku berkata "Kok bisa ya ada orang sebaik ini" 180 derajat aku sadar. Ya memang harus ada!!!

Mengutip kisah Slaman AL-Farisi yang rela menjadikan dirinya sebagai jaminan seorang pembunuh yang harus menunaikan kewajiban terhadap kaumnya selama 3 hari dengan janji akan kembali lagi.

Sebenarnya ada kesempatan bagi sang pembunuh untuk melarikan diri, namun ia kembali sambil tergopoh2 di penghujung hari perjanjian ia kembali.
Kemudian Amirul Mukminin pada saat itu, Umar bertanya, "Mengapa kau datang kembali padahal bagimu ada kesempatan untuk lari dan tak mau menanggung qisos?"

Pemuda pembunuh itu menjawab,"Sungguh jangan sampai orang berkata,tak ada lagi org tepat janji. Dan yg mengatakan,tak ada lagi kejujuran hati di kaum Muslimin"

Umar bergetar,"Kau Salman,untuk apa kau susah-susah mjdikan dirimu penanggung kesalahan org yg tak kau kenal sama-sekali?bagaimana kau bisa percaya?"

Salman menjawab,"Sungguh jangan sampai org bicara, Tak ada lagi org yang mau saling membagi beban saudaranya" "Atau jangan sampai ada yg merasa, tak ada lagi rasa saling percaya di anatar kaum Muslimin" lanjut Salman tegas.

"Allahuakbar! kata Umar"Segala puji bg Allah, kalian tlah membesarkan hati ummat ini dg kemuliaan sikap dan agungnya iman kalian!""Tetapi bagaimanpun pemuda, hukum untukmu harus kami tegakkan!" tambah Umar. Pemuda pembunuh itu mengangguk pasrah.

Sang kakak beradik penggugat tiba-tiba berseru,"Kami memutuskan untuk memaafkannya! Kami lihat ia sbg seorg berbudi dan tepat janji."

"Alhamdulillah" ujar Umar. Pemuda terhukum itu sujud syukur.

 "Mengapa kalian tiba-tiba berubah pikiran?" tanya Umar pd kedua kaka beradik penggugat.

"Agar jangan sampai ada yg mengatakan, bahwa diantara kaum Muslimin tak ada lg kemaafan, pengampunan, iba dan kasih sayang" jawab mereka.

Dari kisah diatas bisa kita simpulka, bahwa kebaikan itu tak kenal rasa bosan. Bahkan di titik emosi sekalipun. #Janganbosan itu yang selalu dinasehatkan oleh Guruku, LAmukarrom Abi Zaki disetiap pertemuan kami. #janganpernahbosan dalam hal kebaikan, kesabaran, ujian dan semua skenario mengharukan untuk kita.

Satu poin lagi yang ingin aku garis bawahi adalah. Menyampaikan syariat Allah secara amal, itu lebih bisa diterima ketimbang verbal dan auditori. Kebaikan yang terpancar dari si ibu tua sudah mencerminkan bagaiman iman dan hatinya, tanpa harus bertanya lagi, bagaimana cara sholatnya. Ketulusan Salman Alfarisi untuk memberikan jaminan dirinya atas orang yang baru ia kenal, adalah bukti peduli dan kasih sayang antar manusia. Ingat lagi bahwa manusia punya beban besar di muka bumi ini yaitu menjadi khalifah. Punya tanggung jawab yang akan ditanyakan pada masa penghitungan.

Banyak orang yang mencari ilmu hanya karena ingin disebut ahli ilmu, tapi tak dijadikan sandaran untuk beramaliah. -Ust. Shodiq-