Ia kembali membuka laptopnya, lalu menutupnya kembali. Suatu saat ia membuka lagi, dan sesaat kemuadian menutupnya kembali. Ia begitu ingin menulis beberapa kisah yang terjadi padanya akhir-akhir ini, namun kembali urung. Cha, sebutlah ia.
Remaja yang baru menjajaki gerbang kedewasaan di tahun ketujuhbelasnya menghirup udara segar. Ia dilahirkan dikeluarga yang menjunjung tinggi karirisme. Orang tuanya setiap hari sibuk bekerja. Saat ia baru bangun dipagi hari mereka sudah bergegas ke kantor, dan saat orang tuanya pulang ia sudah tertidur lelap diselimut kuning kesayangannya. Hanya hari libur yang tersisa untuk menikmati masa-masa kebersamaan dengan orang tuanya. Namun itu terlalu berlebihan jika dikatakan ia broken home, atau kurang kasih sayang. Ia selalu merasa dikelilingi dengan banyak kasih sayang, dan ia sangat memahami kesibukan orang tuanya.. hanya satu yang terjadi padanya sekarang. Ia menjadi diri tertutup, yang tak pernah bercerita ataupun berkeluh kesah kepada ibu atau ayahmya. Sama sekali tidak pernah, yang ia tahu hanya ia bersekolah dengan tujuan harus membanggakan mereka, dan ia berusaha mungkin selalu membuat kabar bahwa ia baik-baik saja.
Dari mulai umur 9 tahun ia sudah hidup berpisah dengan kedua orang tuanya. Ia hidup bersama neneknya di kampung. Ia benar-benar anak perempuan yang penurut, tidak pernah berbuat nakal, selalu mengiyakan jika disuruh, selalu bertanya jika tidak jelas, dan perkara-perkara baik lainnya. IA senang hidup bersama neneknya, saat bersama orang tuanya dia sangat kuper dengan sekelilingnya. Entah kenapa. Tertutup, bahkan teman sekelasnyapun selalu memanggilnya dengan nama lengkap, hanya 3 orang terdekatnya yang tahu nama panggilannya Cha. Sebenarnya itu terlalu jauh untuk diceritakan. 12 tahun ia sudah terbiasa jauh dengan orang tuanya. Selama 12 tahun itu tiap 6 bulan sekali ia selalu melaporkan perkembangannya melalui fasilitas telekomunikasi telepon. Ia ranking, ia menjuarai berbagai lomba, ia mengetuai sebuah organisasi, dan perkembangan-perkembangan lumrah yang sudah biasa untuk ditunggu-tunggu para orang tua. Aku selalu melaporkannya, karena hasilnyapun tidak mengecewakan mereka. Tapi disinilah kelemahannya, orang tuanya tidak pernah tau prosesnya, mereka hanya mngetahui hasil dari pencapaian-pencapaian yang diraih oleh anaknya.
Ia pernah punya mimpi kecil ingin disekolahkan di sekolah menengah pertama tertentu, namun, neneknya menolaknya karena tidak tega. Cha pun menurut. Saat masa depannya kia berjalan disekolah menengah atas, ia pun memutuskan untuk berasrama, oangtuanya pun menyetujuinya. Disini ia mulai merasa tertekan dengan target-target yang diarahkan oleh orang tuanya. Mereka mulai mengatur mentata masa depannya secara apaik. Tahun pertamanya, masih tidak mengecewakan, namun ditahun keduanya ia anjlok merosot, dan orang tuanya memuncak. Ia tersudut dalam ruang sempit yang tiap sisinya mempunyai tekanan kuat sehingga membuatnya kesakitan. IA sempat tidak terima dan
Kini ia diberi kesempatan kembali untuk berkumpul dengan orang tuanya kurang lebih 3 bulan. Dan setelahnya ia putuskan untuk memisahkan diri kembali ( maksudnya tidak tinggal dirumah) bukan karena ia tidak pernah betah, atau ingin menjauhi orangtuanya, tapi karena sekolahnya. Ya, karena sekolahnya yang ada diluarkota. Selama hidup Cha, ia selalu berdedikasi untuk orang tuanya, karena ia pikir, ”Siapa lagi motivasiku untuk terus menjadi yang terbaik selain mereka?”.

Leave a Reply