Saya ingin belajar bersembunyi seperti akar..
Sering dilupakan  tapi susah dirobohkan..
Bahkan batang terkuatpun sebenarnya bertumpu padanya, yang tidak kelihatan...
Akarlah sebenarnya yang bisa menumbuhkan batang yang kuat, daun yang indah, dan bunga mawar
dan saya tetap menjadi akar.. biar diliputi tanah dan terinjak..ditindih rumput dan berwajah lumut, ini jalan saya...
biar daun dan bunga yang terlihat, silahkan mereka berebut untuk itu,, tapi jadi bunga tidak ada yang lama dan jadi daun demikian pula...

-Abi Muzakki Kamalie-

Secuplik petuah di atas adalah pesan yang Ustad Zaki kirimkan pada saya beberapa menit yang lalu. Analogi ini terus berputar-putar dalam otak saya mencerna maksud dan alasannya. tak terasa air matapun menetes, mengingat diri yang tak tau diri. mengingat diri yang selalu merasa siapa-siapa, mengingat diri yang selalu ingin menjadi apa-apa. Alangkah mulyanya menjadi akar yang kokoh mendirikan kehidupan pohon, yang berjasa mencari dan menyimpan sumber makanan untuk kehidupan, yang berusaha selalu ada dan tidak pergi kemanapun. seberapa lama hidupnya daun? buah? bunga? bahkan batang? karena mereka yang mudah terlihat, maka mereka pula yang banyak dimanfaatkan dan dihabiskan. Tapi akar? jarang ada yang melihat dan mempergunakannya.
Beliau juga pernah berkata, "Guru itu tidak pernah tenar, yang banyak mencari tenar adalah muridnya"
kembali bibir ini kelu untuk berucap, jika kembali dikaji tujuan dan pangkal atas alasan mengapa kita hidup di dunia ini, mungkin akan ditemukan jawaban yang sama, namun cara dan metode yang berbeda-beda. Jika semua mempunyai satu misi, yaitu HANYA ALLAH, dengan apapun jalannya, pasti itu bukan masalah, karena toh tujuannya sama. Itulah bagaimana kita bisa mengimani takdir. Lika-liku kehidupan, capek, bosan, jatuh, bangun, sedih, bahagia, mungkin sudah sanagt biasa diperbincangkan dan dikaji. Namun h
akikatnya, KEHIDUPAN sebagai apapun harus capek. Karena esensi dunia itu tempatnya bercapek-capek.
Ustad Zaki kembali berkata: Ada yang siang malam capek mikirin masalah badan, ada yang 360 hari setahun hanya untuk mencari pengakuan orang-orang.
 Karena hidup memang untuk bercapek-capek, maka jangan pernah bosan untuk bercapek-capek... JANGAN PERNAH BOSAN, SAMPAI KEBOSANAN BOSAN MENGIKUTIMU...
Karena dalam setiap keluhan yang keluar atas capek-capek yang ada, tersirat titik jenuh kemampuan diri untuk terus berjuang bukan...
Secara tidak langsung, kebosanan sering datang bersama kesombongan..
Kesombongan diri dengan berhenti berjuang, kesombongan diri dengan berhenti melangkah, dan kesombongan diri karena kecapek-capekan. Justru kecapekan itu yang nanti akan membawa diri kita pada titi terendah menjadi seorang hamba, dimana saat titik terlemahnya, tak ada daya serta upaya selain kekuatan yang hanya diberikan oleh Sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.. Pada saat titi terendahnya pula, meski tujuan yang dicapai semakin buram, namun nilai-nilai penghambaan pun muncul secara natural. Pada saat titi terendah itu pula, akan ditemukan kebahagiaan karena bisa merendah hingga serendah-rendahnya, kebahagisaan karena menjadi lemah selemah-lemahnya, kebahagiaan karena setiap cahaya Rahman dan Rahimnya begitu terasa  pada sel-sel darah paling kecil...

Karena pada titik terndah itu pun akan pula ditemukan sebuah ketenangan dan kebahagiaan intim bersama Sang Rahman dan Rahim. karena pada saat itu pula, tak ada tulang dan otot yang mampu bergerak, lemah dan tak berdaya, begitu sangat lemas, kecuali tanpa cahaya-cahaya kekuatan dari Sang Rahman dan Rahim...

Wallahua'lam Bisshowab
Jum'ah, 19 Robi'u Tsani 1434 H @9.37 


Leave a Reply