Perah semakin jelek keadaan semakin menarik. Karena itu merupakan ujian yang terbaik bagi seorang salekh.

W : Untuk menjadi sufi, dia tidak harus menjauhkan diri dari kemaksiatan dalam artian sebagai tempat tinggal. Kalau begitu seorang sufi bisa hidup di tengah dunia yang penuh kemaksiatan seperti sekarang ?

SIMBAH : Bisa, kenapa tidak. Wong masuk dolly aja bisa kok. Di sana minum teh sambil duduk-duduk. Lalu merokok, kan tidak masalah.

W : Berarti ada sebagian nilai yang dikorbankan ?

SIMBAH : Nilai yang mana ?

W : Seperti melihat wanita-wanita setengah telanjang ?

SIMBAH : Kalau melihatnya tidak dengan nafsu. Kalau melihatnya dengan penuh kasih sayang, wah sak akene arek iku rek. Kenapa ? Yang membuat zina mata itu kan orang ngacengan. Kalau Anda melihat wanita bukan sebagai wanita, tetapi sebagai hamba Allah,kan tidak masalah. Unsur wanitanya tidak dominan lagi sehingga tidak terangsang sebagai laki-laki, kenapa ? Ndak usah sufilah, orang Islam itu seharusnya menjadi laki-laki hanya dengan istrinya saja. Begitu di luar, dia manusia, hamba Allah.

W : Artinya seorang sufi tidak harus mengasingkan diri ?

SIMBAH : Mengasingkan diri ya boleh, tidak pun ya boleh. Terserah. Kalau jare wong Jowo ada topo nyepi ada topo ngrame. Topo nyepi itu dengan cara hidup di gunug, kalau topo ngrame itu ya srawung di tengah orang banyak.

W : Tapi sebagian orang memahami sufi itu kan harus mengasingkan diri ?

SIMBAH : Ya terserah orang memahami. Kalau mau meneruskan kekeliruannya ya monggo. Kalau mau ingin lebih bener ya monggo. Sufi itu orang yang mampu berjalan menembus air tanpa basah, menembus api tanpa kebakaran. Sufi itu orang yang berani di tengah kemaksiatan tapi dia tidak melakukan maksiat. Itu sufi yang ampuh. Kalau poso karena memang gak ono panganan, yo opo angele wong memang gak ono sing dipangan. Kalau masyarakat sudah banyak yang sholat dan berakhlak, lalu banyak orang sufi ya tidak heran. Tapi kalau di tengah dunia yang penuh kemaksiatan masih ada sufi, itu berarti sufi yang bener-bener.

W : Kalau seorang sufi berada di tengah kemaksiatan, apakah dia tidak mengorbankan sebagian nilainya untuk bisa diterima masyarakat ?

SIMBAH : Sufi tidak punya pamrih untuk diterima orang. Lapo urusane, nggak ada urusannya. Urusan dia cuman satu, diterima Allah. Kalau tidak diterima Allah, baru dia njembling-njembling. Semakin tidak diterima masyarakat, sebenarnya biasanya semakin bagus. Jadi dia tidak boleh gelisah kalau dia dibuang, dicampakkan. Malah itu akan meningkatkan kesufian seseorang. Tasawuf itu bukan karir kebudayaan, bukan karir politik.

W : Kaitannya dengan kewajiban untuk dakwah ?

SIMBAH : Ya itu dakwahnya. Dakwahnya adalah konsistensi untuk lillah ta’ala. Dakwah itu tidak harus ngandani ngene lho rek, koen ojo nyolong. Dakwah yang terbaik adalah uswatun hasanah. Dia sudah memberi teladan yang baik bahwa segala sesuatunya hanya berorientasi untuk Allah. Ngomong gak ngomong nilai dakwahnya sangat tinggi.

W : Banyak tokoh sufi yang menjalani hidup dengan cara menjauhkan diri dari kehidupan dunia, menjadi seorang miskin yang hidup mengembara. Benarkah ?

SIMBAH : Sing ngarani iku sopo. Sufi itu tidak terikat oleh kekayaan dan kemiskinan. Sugih gak sugih gak masalah. Sunan Kalijogo sugih, Sunan Kudus sugih, semua wali sugih kabeh. Sunan Ampel sugih. Yak opo kate gak sugih wong Gusti Allah sayang. Melarato gak kekurangan. Kalaupun melarat yang ditandai dengan rumahnya jelek, tapi dia butuh apa saja bisa datang sendiri kok. Seorang sufi tidak boleh terikat oleh dunia. Kalau terikat dunia, itu namanya hubbudunya. Makanya seorang sufi tidak boleh mencalonkan diri menjadi seorang pemimpin, apalagi seorang presiden.

W : Meskipun itu dipahami dalam kerangka sebagai tanggungjawab untuk membina umat ?

SIMBAH : Seorang sufi tidak boleh mencalonkan diri. Tapi kalau dia diperintah oleh Allah, dia tidak boleh menolak. Di dalam hati seorang sufi tidak boleh ada niat untuk mencalonkan diri. Kalau Allah memerintah Anda untuk menjadi panglima perang, ya tidak bisa menolak.

W : Bagaimana dengan politik ?

SIMBAH : Ndak masalah.

Simbah Ainun Nadjib
Lama sekali tak membuka dan mengisi halaman hitam ini, rasanay semua isi hati singkat saja tercurah pada sosial sosial media yang hanya berisikan 140 karakter saja. Atau tulisan hanya menjadi kepuasan dinilai orang, disukai orang, dihargai orang dengan berbagai hikmah dan keanehan didalamnya. Namun tidak betah ternyata untukku. Sejak kecil aku suka membaca, membaca tulisan di papan warung, tulisan di papan iklan, hingga dunia mengajarkanku membaca tulisan di layar kecil canggih yang bisa menyampaikan isi hati nenekku nun jauh di ujung pulau jawa ini.

Hows your life cha? Quite fine. SOmetimes we fall, sometimes we fly. We dont have to prepare for flying, but we should prepare the mental when falling. Are falling always wrong? No. Katanya hidup cuma mampir, aku sudah mampir hampi 21 tahun berjalan. Terasa singkat jika melihat apa saja yang sudah kuperbuat, karena belum ada apa-apa. Terasa lama, jika yang teringat adalah dosa-dosa yang sudah banyak diperbuat. Sampai umur di kepala dua ini, aku sellau bermain dengan fikiranku sendiri, tentang keinginan, tentang cara pandang, juga tentang perasaan. Aku tak banyak bertengkar, tapi aku banyak mengecewakan orang. Kontradiksi antara fikiranku yang emrasa sudah benar, seringkali berbeda dnegan pandangan orang dan sebagainya. Sampai aku berkesimpulan bahwa, kita tidak perlu lagi menganggap anggapan orang itu penting.


4 tahun aku kuliah hampir berakhir, 20 mimpi balas dendamku 4 tahun yang lalu hampir 60% tercapai. tidak terduga. Seringkali mereka datang tanpa usaha lebih, danpa diminta lebih, dan tanpa keinginan lebih. Alhamdulillah. CUma itu yang bisa diucap.

Mendekati pergantian fase, atau pengakhiran satu tingkat yaitu masa kuliah, target-target selanjutnya mulai terbayang. Mau seperti apa, ingin jadi apa, harus melakukan apa. Namun diri rasanya masih enggan untuk beranjak dari zona nyaman. fyuh.

Bagiku kesedihanku adalah milikku sendiri. Dan kegembiraanku adalah hak orang banyak. Itulah mengapa, aku tidak suka curhat macam-macam. meluapkan masalah, ataupun mengeluh karena tidak kuat. Ya sebisaku ku minimalisir. Karena media kini semakin canggih membaca berbagai isihati orang. Bahkan hanya lewat satu kata. Mari kita gunakan sosial media untuk saling memeberitahu dan berbagi kebahagiaan, bukan untuk menularkan kesedihan dan penyesalan.

Aku mencintai orang-orang disekelilingku. KArena tanpa mereka aku takkan terbentuk seperti ini. Meskipun ada yang datang dan pergi. Ada yang tinggal ada yang hilang. Ada yang bertahan ada yang meninggalkan. Namun they come for many reason. Semua pertemuan memberi hikmah, karena tanpa kuasaNya kita takkan bertemu.

Aku ingin seperti lintang, yang mencintai Arai dengan segenap jiwanya. Yang membanggakan Mahar dengan seluruh kehidupannya. AKu ingin mencintai teman-temanku lebih dari mencintai diriku sendiri. Karena bersama mereka pula aku berjuang belajar memahami mengapa matahari sering bersinar lama, atau mengapa hujan tak kunjung reda.

Hows your life Cha?
Fine. So far, FIne.
AKu sedang mengetik di pojok ruang perpustakaan gedung anggota dewan bangsa ini. Yang tiap hari ramai, disoroti media menjadi lawakan tv. Seharusnya aku bisa mengetik sesuatu yang lebih berarti ketimbang ini, namun lagi-lagi malas menggerogoti. Cukupkan sudah waktu kerja sampai akhir bulan ini. karena tak sanggup kerja seperti PNS tiap pagi.



Karena memang benar,
Allah jadikan dunia ini menjemukan,penuh tipu muslihat, penuh ketidakkonsistenan manusia.
Karena ia ingin kembalikan kita semua untuk menjadikanNya satu-satunya sandaran terkuat untuk hidup. Banyak orang yang percaya lalu kecewa, banyak orang yang teguh lalu kemudian goyah, banyak orang yang kuat kemudian lemah, manusia terus berubah-ubah.
Tak henti.
Entah itu fikiran, kputusan, prinsip, bahkan hati.
Tak ada yang sama sekali bisa kita sandarkan kuat kepada manusia. Apalagi hanya satu manusia. Karena mereka fana. Bisa hilang. Bisa hilang sikapnya, perasaannya, dan kepentingannya juga jasadnya. Begitu dahsyatkah setan berhasil menggoyahkan ribuan hati untuk tidak tenang?
Hingga mudah terombang-ambing oleh godaan-godaan mewah namun menjijikkan.
Kita tidak bisa sama sekali menyebut siapa yang kita bicarakan sekarang.
 Karena siapa tahu, penulis sendirilah orangnya.
Hanya dari manusia aku banyak belajar.
Merekalah makhluk paling fleksible di dunia.
Apakah mungkin karena anugrah akal dan nafsunya, sehingga mereka secara bergiliran mendominasi jasad dan ruh. 

Bukan kumengajari untuk tidak berprasangka baik terhadap seseorang. Hanya ingin mencoba mengerti sifat kelabilan manusia yang unik ini. Makanya benar, tak bisa kita menghakimi orang yang brpeci itu ahli surga dan berjeans ahli neraka. Karena jeans dan peci pun labil, bingung. Mana sebenarnya tempat yang layak untuk mereka.

Peci berkata: Hai jeans, kau itu kerjaannya maksiat terus. Tak pantaslah kau masuk surga.
Jeans menjawab: Sadarlah peci, neraka sudah merindukanmu, tak ada amal ibadahmu yang terhitung karena hangus dengan riyakmu yang dipakai kemana-mana.
Peci: setidaknya, tuanku tidak jadi masuk ke diskotik karena ingat sedang memakaiku.
Jeans: Jangan mudah menghakimi dengan mata dan telinga. Krn hati tuanku sudah buta dan kebaldengan lampu-lampu gemerlap diskotik. tak tergoda sedikitpun. 


Dalam egonya masing-masing pun, keduanya masih taat menghamba pada Allah dengan jalannya masing-masing. 

Jangan bangga dengan ketaatan,karena tak ada yang tahu kapan kita tergoda.
Jangan putus asa dengan kezoliman seseorang karena tak ada yang tahu dia sebenarnya lebih baik dari kita. 

Hidup ini tidak berubah, dari kau kecil hingga kau menanjaki ketuaan
Dia tetap keras padamu
Dia tetap membuatmu bekerja keras
Adakah yang patut dipersalahkan?
Tak ada yang patut dipersalahkan,
Hanya bagaimana kita bisa menerima takdir dengan sekuat-kuatnya iman
Dan merajut sabar sepanjang nafas masih diberikan..
Karena mungkin dari sana lah kita bisa benar-benar mengabdi
Meminta dalam 5 kali sehari
Merintih setiap malam
Dan berharap di setiap fajar.
45 tahun terasa sangat singkat,
Banyak tawa dan tangis mengisi lembar demi lembar perjalanan
Entah dimanakah letak sang ujung
Karena pulang hanya kepada ajal
Karena perjuangan tak ada lagi setelah kematian
Lalu siapa sebenarnya yang diperjuangkan mati-matian seumur hidupmu ini?
Ak u yang selalu menghubungimu ketika butuh uang saja?
Adik  pertama  yang yang selalu memintamu membelikan ini itu?
Atau adik terakhir yang selalu kau sebut sebagai alasanmu bisa tersenyum?
Ingin rasanya kuucap, sudah tak usah berjuang lagi.
Giliran kami yang berjuang.
Tapi kau abai sambil terus berjalan cepat mengejar bis ibukota setiap pagi
Kau memang tak pernah berkata apa-apa
Tapi kau sudah melakukan segalanya.
Selamat ulang tahun yang ke 45.
Pujaanku sedari kecil, Ibu.

Alfatihah..

Assalamualaikum,

Alhamdulillah tahun ini aku diberi kesempatan lagi olehNya untuk menginjakkan kaki di negeri tetangga, Malaysia. Dalam acara apa tuh Cha? Ada program Mahatir Global Youth Peace School yang diadakan oleh UMY (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) dan PGPF (Perdana Global Peace Foundation) milik Tun Mahatir Muhammad (ex-Prime Minister Malaysia yang paling lama). Acara diadakan selama dua minggu, tapi karena aku hanya sit-in participant, jadi aku hanya mengikutinya selama 1 minggu, lebih tepatnya 5 hari pertama. Akomodasi ditanggung sendiri. Tiket, hotel. Mungkin sebagian orang berfikir ini gak ada untungnya. Tapi aku yakin, akan dapat banyak pengetahuan sepulangnya dari sana. Hidup ini kita yang menjalani, orang lain yang berkomentar. Selama itu rasional dan di taraf kemampuan. Mengapa tidak dicoba? Kadang kita terlalu terbelenggu dalam tempurung ketakutan. Hingga banyak sekali pertimbangan untuk meloncat atau tidak. Mungkin memang aku tidak seberuntung selected participant yang mendapat berbagai fasilitas. Tapi suatu saat, aku yang akan menjadi pembicara di event-event inernasional itu. nanti pada saatnya. Tekadku dalam hati. :) Kita tak akan pernah bisa mengetahui setinggi apa puncak jika kita tidak pernah mencoba mendaki. Meski semua rombongan mendaki lewat balon udara. Aku yakin, akan berbeda hasilnya kepuasan mendaki lewat jalan setapak dengan berbagai teman hewan yang mengiringi perjalanan. 

Dan alhamdulillahnya lagi, aku punya sahabat cantik fisik batinnya yang mau aku singgahi selama 7 hari aku mengikuti konferensi. Sebut saja Laila Setyawati Arifin. Mahasiswi IIUM (International Islamic University Malaysia) tahun ke 3 mumtas, dengan sejuta costumer hijab syar’inya. Sekedar info, dia punya toko online produktif di bb putihnya. Jadi kalo mau ngerampok dia, cukup ambil bbnya itu, karena disanalah, semua kontak customernya berada. Anw, customer dia sudah lintas benua, dari desa, sampai kekota, pulau We sampe manokwari pun sudah ada, ditambah lagi, pelanggan-pelanggannya di Malaysia hingga Eropa. Tapi mukanya nggak ada muka-muka tante-tante bisnis centil sist-sist gitu kok. Jaga iffah banget, jangan sms macem-macem aja apalagi ngaku-ngaku jadi ikhwan taat. Pasti nggak akan dibales. Umurnya lebih muda 5 hari dariku. Dia lahir 7 Desember, suka sekali mawar dan merah. Dan satu lagi yang pentiing ssshht. Doakan sebentar lagi menikah. J


This is Ela :)
***

16 Februari 2014
Dengan berbagai pertimbangan untung rugi aku berangkat atau tidak, akhirnya kuputuskan untuk berangkat. Bahasa jawanya mah bonek (bondo nekat) haha. Aku tidak banyak diberi uang saku. Bayangkan, 5 hari pertama aku hanya memegang 104 RM atau sebesar 400ribu rupiah. Dengan makan 2 kali sehari dan sesekali aku makan indomie bersama ela dikamarnya. Namanya juga mahasiswa yang takut membebani orang tua. Paling-paling nanti pasti bilang juga kalau sudah kepepet. :D Aku berangkat pukul 01.30 dengan diantar oleh ya seseorang yang baik hati hingga bus, kemudian diantar lagi oleh Rizka Nurul Amanah. Mungkin aku akan menceritakannya dihalaman lain, dia teman satu aktifis yang akhir-akhir ini sedang dekat denganku. Kebetulan dia juga baru pulang dari perjalanan umrohnya, dan kami menghabiskan perjalanan 2 jam ke bandara dengan seabreg cerita. Jujur aku parno sekali pergi ke luar negeri sendiri, takut nyasar, takut nggak tau tanda-tanda dan takut ketinggalan pesawat karena kebingungan. Tapi untungnya aku berangkat dengan martia, mahasiswi President University yang juga mengikuti acara yang sama denganku.

Ela berjanji akan menjemputku di KL-Central. Entah tempat macam apa itu. Dari KLIA, aku menaki bis seperti damri menuju KL-Central seharga 10 RM. Ini kali keduaku menginjakkan kaki di negeri jiran. Setelah tahun 2012 aku pernah transit 2 jam ketika ingin ke India. Karena masih serumpun, aku jarang memakang official language United Nation atau bahasa inggris. Aku pakai sja bahasa Indonesia untuk menanyakan arah dan tempat. Ya, tidak begitu sulit. Pakcik-pakcik dan makcik-makcik sana pun mengerti. Sepertinya tak ada bedanya, Ibukota Malaysia ini dengan keadaan Indonesia. Orang-orangnya, jalan-jalannya, dan lagu-lagunya. Karena aku sempat menikmati lagu melly goeslaw di bus ber-AC dalam perjalanan sepanjang 2 jam itu.

5 hari sebelum keberangkatan, aku sempat hilang motivasi untuk berangkat. Tak ada semangat sama sekali. Ya semangatku pergi tinggal satu, bertemu Ela. Selesai. Hahaa ada banyak hal didunia ini yang tak bisa dijawab dengan kata tanya Mengapa kawan. Coz its comes for no reason. ;)

***

17 February 2013
Ini hari pertamaku dalam acara MGPS. Dan kau tahu? Butuh waktu 1 jam setengah dari asrama Ela untuk menuju TKP. Dengan satu kali naik bus, 1 kali naik monorel dan naik taksi. Untuk hari selanjutnya, aku tinggal naik bus dan monorel, selebihnya jalan kaki.  Untuk kamu yang hobi traveller dan sudah terbiasa jalan kaki, seperti akan biasa-biasa saja. Tapi tidk denganku. -__- meski setiap hari harus menuju kampus dengan berjalan sejauh 500 meter, tapi aku tak pernah se-kram ini setiap malam. Aku berangkat pukul setengah 8, dan itu pagi sekali karena shubuh disana pukul 6.10 hampir-hampir setengah 7. Bergaya wanita karir selama 5 hari kupergi shubuh dan pulang petang. Wanita karir Kuala Lumpur. Hahai.

Hari pertama diisi oleh Jusuf Kalla, Tun Mahattir Muhammad, rektor UMY, dan dosen Islamic Global Politik ku di UIN Bapak Din Syamsudin (ia juga ketua umum Muhammadiyahh dan kini menjabat pula sebagai ketua MUI). Berbicara tentang Bapak Dien ini, beliau hanya datang 3 kali pertemuan dalam satu semester. Selebihnya diajar oleh asdosnya Bapak Fuad Fanani yang memberiku surat rekomendasi untuk mengikuti acara ini,setelah sebelumnya ditolak oleh Bapak Din sendiri. Aku masih ingat bagaimana beliau bilang,”acara ini terbatas untuk orang tertentu saja, dan seterusnya” dan keberuntungan mungkin, aku sekarang bisa berada satu ruangan yang sama dengannya. Selain itu aku juga bersama Bu Debby Lubis. Kepala Jurusan HI ku yang baru. Beliau juga mengikuti progrm ini. Terlepas dari acara ini, Bu Debby memang sudah deka denganku, karena pernah mengajar subject Foreign Policy analysis. Senang rasanya bisa bersama beliau di acara ini. :D
With Bu Debby :)

Tun Mahattir Muhammad
Ada banyak tokoh besar yang hadir, rupanya Tun Mahatir Muhammad bukan tokoh biasa-biasa saja. Beliau adalah Perdana Menteri Malaysia yang menjabat paling lama sejak 1981-2003. Di bawah kepemimpinannya Malaysia mengalami modernisasi yang pesat dan menikmati kemakmuran di segala lapisan masyarakat. dengan PGPF yang didirikan olehnya ini, dia berusaha menciptakan peninggalan yang nanti kelak akan terus mengenangnya. Semacam yayasan perdamaian dunia. Acara ini berisi short course untuk para post-graduate, reseacher, sedikit undergraduate, dan pegawai pemerintahan. Ini acara kali kedua, setelah tahun lalu diadakan di UMY Indonesia. Well, dengan berbangga hati, prof. Din Syamsudin mengabarkan bahwa FISIP UIN Jakarta akan memberi gelar Doktor Honoris Kausa kepada Tun Mahattir Muhammad ini, karena usahanya di bidang perdamaian.




“ A journey of thousand miles begin with the first step. We have aken many steps. Let us march forwrd in this strunggle to acheve true civilization, to criminalise war.” Tun Dr. Mahathir Mohamad pada speech opening ceremony MGPS.





Memang benar, berjalan lebih lambat dan sukar membuat kita melihat lebih banyak. Ada banyak keuntungan aku menginap di kamar Ela dengan 3 roomatenya yang berkebangsaan Malaysia. Setelah kuusik-usik.. Ternyata ada juga yang suka dan tidak suka dengan Tun Yang berbahagie Mahathir Muhammad ini. Salah satunya adalah roomate la yang bernama Kak Sufi. Katanya, pada masa kepemimpinannya pembangunan infrastruktur Malaysia memang maju pesat layaknya Indonesia dibawah era Soeharto. namun sayang ia tidak mendukung pertumbuhan pendidikan Islam di Malaysia. Sehingga banyak oposisi yang muncul. Ini kudengar dari rakyatnya langsung. 
Ya, sejarah selalu berpihak pada yang menang. Dan para rakyat seringkali hanya dibutuhkan untuk alat pemenangan elektoral, bukan menjadi subjek pengabdian.
Karena jadi extra-ordinary peserta, jadi malah dapet info yg g mainstream. Kenyataan adl saat rakyat yg bicara. Demokrasi sendiri sebenarnya mmg harus bs membawa maunya rakyat. Mau rakyat sekuler ya sekuler. Maunya islamis ya hrus islamis. Asal major. Sekali lg, asal majority. Katak tak bisa menjadi raja para burung. Krn sangat berbeda. Loh ini negeri apa mmg? Katak apa burung?

***

Ini hari ke 3, dan kakiku masih terasa pegal. Hari pertama aku berjalan ada hampir 3 km. Hari kedua berkurang jadi 2km. Dan hari ini semoga aku bs berjalan hanya 500m.
Hari ini sptnya kelas akan full.
2 hari kemarin aku masih kikuk naik bis mahasiswa internasional ini. Jadi ada semacam alat pendeteksi kartu bis para mahassiswa disini untuk membayar disamping supir. Sebagian bis ada keneknya, sebagian tidak. Selain bisa membayar dengan menempelkan kartu kredit mereka, bisa juga membayar dengan memasukan uang ke benda spt tabung, dengan syarat harus pas, 1ringgit. Sekitar 3800rupiah. Akses transportasi sangat mudah. Karena bisa dijangkau dg RLT dan monorel. Ohya, semua bis disini ber-AC. Bayanganku langsung berbanding dengan metromini 510-mobil sejuta umat yang selalu kunaiki saat pp rumah-kampus. Kaleng kuning itu seringkali terbakar panasnya matahari Indonesia dengan dipenuhi daging2 bernyawa empuk didalamnya. Perjalanan dari kp-rambutan-ciputat itu pun tak beda dengan panggangan roti. Para penumpang yg selalu lebih dr kapasitas keluar satu persatu dg peluh dan muka kepiting rebus. Harganya lebih mahal. 4000-5000.

Wajah2 di bis ini sangat heterogen. Ada wanita cantik keturunan pakistan didepanku, dibalut pasmina merahnya. Ada juga lelaki putih dg mata seperti bulan sabit sedang sibuk bermain gadget. Disampingnya ada paruh baya india yg sedang mengantuk. Lelaki yang kuduga asal Sudan sepertinya baru turun dari bis, selebihnya ukhti2 dengan baju kurung kebangsaan, dan lelaki2 dengan wajah-wajah melayu. Dulu negeri ini yg berbondong-bondong ke Indonesia. Kini berbalik. 80% international studentnya dari indonesia. 






Didepan stasiun RLT ada gedung parkir 5 lantai. Semua org parkir mobilnya disana, dan lebih suka naik kreta/monorel. Public transport easier.






Kudengar politik malaysia jg ricuh. pemerintah yg dipimpin dengan golongan kerajaan, byk ditentang oleh barisan oposisi. Pemerintah negeri ini jg korupsi, tapi pembangunan infrastruktur terlihat sgt berjalan. Mungkin mereka korupsi yg tau diri. Lagi2 kubandingkan dg Indonesia. Monorel yg sedari dulu tidak pernah jadi di ibukota. Akses bis panggangan roti yg masih mendominasi, mungkin ada kemajuan, dr KRL kita.kereta akses sudah lebih mudah. Ber AC, sistem komputer sudah berjalan. Tinggal menunggu waktu sj untuk terus memperbaharuinya, dengan  mesin pembeli tiket sendiri dan rute yg jelas.

***
to be continue...
Hati itu rumit. Dia punya kebebasan singgah dimanapun ia mau, meski bukan pada tempatnya.

Ya Tuhan,
Kau dengar setiap doaku dan doanya.
Kau dengar rintihanku dan rintihan mereka.
Mengapa kami seringkali menentang takdirMu?
Tak bisakah kami sesekali sepakat dg takdirMu.
Hingga byk org menjalani bukan berawal dr ketulusan
Hingga byk Hati yg sebenarnya bukan berada pada tempat yg ia inginkan.

Begitu sulitkah menjadikanMu alasan untuk segala hal?
Untuk mencintai tanpa mengenal sosoknya sekalipun
Untuk membenci tanpa tahu alasannya
Untuk melakukan sesuatu hanya karenaMu?

Mengapa seringkali manusialah yg menjadi alasan setiap manusia bergerak?
Mengapa dengan alasan2 yg nampak saja lah manusia saling mencintai?
Mengapa dg alasan2 tidak menyukai kebahagiaan satu sama lain saja manusia bisa saling benci?
Lalu dimanakah letakMu dikehidupan kami?

Ketika shalat kami hanya berupa senamotot
Ketika bacaan qur'an kami tak berbekas sama sekali
Ketika dakwah kami hanya sekedar pengguran kewajiban kpdMu..

Sungguh, kami masih jauh untuk pantas berada disisiMu..

 Ciputat


Sebelum kutulis essai ku yang kesekian kalinya ini, agaknya ada sesuatu yang mengganjal dihati, untuk diungkapkan di blog. 

Tempat ini tak berubah, hangatnya sama seperti saat pertama ku injakkan kaki di bumi ciputat. Belum aku mengenalnya, aku sudah merasakan tangannya yang merangkulku hangat. Bisa bertemu  4 orang yang sangat aku sayangi, bisa bertemu keluarga kecil yang penuh cerita tawa dan perjuangan. Juga yang pasti, aku bisa menemukanMu di tengah macetnya keinginan-keinginan manusia yang tak terpenuhi. 

Aku bertemu seseorang yang menurutku salah satu makhlukMu yang istimewa setelah dia, yang Kau panggil dahulu tahun lalu. Karena Kau begitu menyayanginya. Sebelum kuceritakan tentang makhluk yang kutemui disini, aku ingin sedikit bernostalgia dengannya. 

Kala itu hati ku berdebar tak henti dalam ruangan, bukan karenanya, tapi karena dewan juri yang akan memanggil nomor urutku sebentar lagi. AKu memang tidak jago membaca kitab kuning, tapi entah kenapa aku bisa berada di ruangan itu, mengikuti seleksi daerah DKI dalam lomba membaca kitab tasawuf paling tinggi, Ihya’ Ulumuddin. PAdahal persiapanku, hanyalah kitab Kifayatul Atqiya’. Bukan main paniknya diriku, ketika membaca awal bab hingga akhir, hingga terbata-bata. DI sudut ruangan yang sama terlihat lelaki berkemeja coklat, tidak seperti teman-teman tandingannya yang bersarung dan berpeci, Ia sama sekali tidak memakainya. Ketika gilirannya, ia pun membaca karangan terpopuler Imam Ghazali tersebut tanpa jeda, sampai-sampai dewan juri mengetesnya dua kali, karena tidak percaya kefasihannya. Tubuhnya tidak tinggi, pakaiannya kemeja rapi, parasnya teduh, nampaknya umurnya pun tidak jauh dariku. Ketika ia membaca cahayanya pun menyinari, hingga menyilaukanku, aku benar-benar tertegun tak bergerak mendengarnya membaca. “Subhanallah, pinter bgt nih orang!” perangainya pun ramah dan tawadlu’. Setelah itu, kami sempat berkomunikasi cukup lama, via telfon, via pesan fb. Dan aku lama-lama semakin mengaguminya, menyukainya, dan mulai mendoakannya. Rasanya bagai katak merindukan bulan. Siapalah diriku ini menginginkannya. TApi, hati ini tak bisa dibohongi. Ya sepertinya inilah yang disebut orang “cinta pertama” Aih, benarkah. 1 tahun, kami berhubungan dengan baik. Kemudian lost contact karena aku ujian. aku sempat membelikannya al-quran terjemah bahasa inggris, karena dia tidak bisa datang kepondokku, jadi kuberikan saja kpd teman pondokku.  

Ah, siapapun malaikat itu, aku tetap mengaguminya. Sesekali kubuka profil fbnya, kulihat, ternyata dia sudah pergi ke Yaman, mendapatkan beasiswa.  “Subhanallah” lagi-lagi kata itu yang kuucap.  Kulihat ia tidak banyak berinteraksi di media sosial, mungkin aktifitas belajarnya disana padat. Karena lamanya waktu, aku pun melupakannya pelan-pelan. Sampai kabar itu pun datang, ia sakit keras dan harus dibawa ke Indonesia. Aku tidak berani menghubunginya sama sekali karena tidak tahu harus menghubungi siapa. 4 bulan ia di Indonesia, dan Kau pun memanggilnya dahulu untuk bertemu denganMU. 

Di halaman fbnya banyak terkirim ucapan bela sungkawa, dan point pentingnya adalah, ketika adiknya mempost beberapa pesan dari syekhnya di Yaman, “MUrid saya yang satu ini adalah warosatussohabah. Akhlaknya persis dengan sahabat, tidak jauh” sebegitu mulyakah ia? Innalillahi wainna ilaihi raji’un. Sesungguhnya kami diciptakan olehMu dan akan kembali kepadaMU.
Aku ingat sekali dalam pesan fb, yang sekarang sudah hilang karena akunnya di non aktifkan. 

 “Kaka mau jadi apaa? /
“AKu mau jadi Auliya/ Kekasih Allah”
“ wah subhanallah” jawabku singkat. 

Sama sekali tak terfikir olehku saat itu , betapa sulit menjadi Auliya Allah. Aku hanya berfikir, kok Cuma jadi itu ya?”

Semoga ia benar-benar tenang disisiMu dan bisa meraih cita-citanya menjadi kekasihMu. Wahai Engkau yang maha lembut dan SUci, Karena Rahmatmu lah kami terlahir Islam, karena rahmatMu lah, aku bisa menyembahmu sekarang dan semoga sampai aku menjemputnya bertemu denganMu kelak. Dengan rahmatMu pula kau tunjuk para kekasihMu itu. Jadikah aku salah satu diantara mereka, Wahai Sang MAha Lembut. Izinkan aku bisa bergabung-dengannya dan kekasih-kekasihMu yang lain. 

Khususon Ila ruhi, Muhammad Habibi, Alfatehah…





Bagaimana jika kita jenuh mencari makna kehidupan di dunia ini. Bagaimana kalau kita jemu melihat dunia ini hanya tarikan-tarikan persoalan senang dan sedih, berhasil dan gagal, mendapat keuntungan dan kebahagian, demikian pula dengan berbagai tekanan kehidupan, hantaman kesedihan dan terpaan penderitaan. Jika kita masih dalam seperti itu, maka kita sungguh tak menyadari bahwa kita terbawa tanpa daya oleh pusaran kehidupan dunia: dari mulai kelahiran, dididik dan dibentuk oleh oranag tua, lingkungan, wajib belajar, harus sekolah, harus bekerja, harus berkeluarga, harus mengejar karir, harus mendidik anak, harus bermanfat bagi sesama, dan seterusnya, hingga mati.

Apkah hanya sampai sini? Apa kehidupan hanya pergantian episod senang ke sedih, sedih ke senang, baik dan buruk, hingga datangnya kematian nanti? Terus-teruskah seperti ini? Apakah tidak ada makna yang lebih hakiki ketimbang menjadi orang kaya, berkuasa dan menggapai kesuksesan, hidup tenang, mencari penghasilan untuk bekal kehidupan anak-anak? Bukankah itu berarti bahwa  kita juga hanya mengarahkan anak-anak ku nanti menuju pengulangan-pengulangan yang sama?

Kita  tersadr bahwa “agama” yang selama ini diajarkan padkita hanyalah ritual tanpa batin. Bahwa seakan-akan agama hanyalah ritual seleksi untuk memasuki surga atau neraka berdasarkan banyaknya pahala. Apa arti semua ini sebenarnya?

Didektekan kepada kita bahwa Manusia diciptakan untuk beribadah, tapi beribadah seperti apa? Bisakah kita tekun melaksnakan ibadah tanpa sedikitpun tahu maknanya? Bagaimana jika Al-quran yang kita baca sehari-hari sebenarnya malah terasa abstrak, acak dan tak terjangkau maknanya
Ya kita merindukan hakikat. Karena kesanalah kita akan berujung.
Karena kesanalah pangkal perjalanan ini akan berakhir.

Kadang aku malu, karena sedikit sedikit menangis karena ujian-ujianNya yang sepele.

Lemah sekali diri karena tak ada daya sabar. Bodoh sekali diri ini karena kembali lagi mengulang pelajaran. Hati ini semakin busuk ditarik-tarik oleh penyakit. Meski sudah kulawan mati-matian rasanya kanker nafsu ini masih tetap bercokol tak mau pindah. Sudah kucongkel sedemikian keras, tapi tak ada pergeseran. Sudah ku hajar dengan lafadz tahmid pun dia hanya bergetar sebentar lalu kembali tenang. Masih pantaskah diri ini melihat MU? Sang hakikat atas hakikat kebenaran? Sang hakikat dari hakikat kehidupan? Sang pencipta hakikat dari hakikat itu sendiri? Bahkan untuk berjalanpun aku samar.. entah karena imanku yang semakin rontok, atau jalan yang kian terjal hingga tak bisa kubayangkan...

Memujamu itu indah, meski dengan tangisan. Memujamu akan selalu tetap indah meski dengan keringat darah dan telapak kaki yang bernanah karena jauhnya perjalanan...


Hampanya Ciputat,
 30 Januari 2014