Kepemimpinan bukan keistimewaan, tapi tanggung jawab, ia bukan fasilitas, tetapi pengorbanan, ia juga bukan leha-leha tetapi kerja keras, ia bukan sewenang-wenang bertindak, tetapi kewenangan melayani. Kepemimpinan bukanlah sekedar kontrak sosial antara pemimpin dan masyarakatnya tetapi juga merupakan ikatan perjanjian antara dia dan Tuhan.

            Menurut Prof. Dr. Quraisy Sihab, syarat pemimpin harus mempunyai tiga aspek yang kuat, yaitu IESQ (Intelligence, Emotional, Spiritual Quotient) dan AQ (Adversity Quotient)[1]. Melihat realita yang ada, Pemimpin bangsa sekarang ini sangat kritis akan kepemimpinan yang baik, entah itu menyangkut aspek intelegensi, emotional, spiritual bahkan adversity, sebagai gambaran data ICW menyebutkan bahwa di tahun 2012 semester I tercatat 285 kasus korupsi dengan kerugian sampai 1,22 triliyun rupiah[2], dari pihak penegak hukum pun yang semestinya mengadili malah luput dari kubangan kasus korupsi, ditambah lagi para pejabat  terjerat kasus gratifikasi seksual dengan pelacur ternama. Maka pantas saja bila negara ini terus stagnan dalam keterpurukan, ketinggalan dengan negara lain, seakan-akan tak mengenal kedinamisan menuju kesejahteraan yang lebih baik. Maka apabila akhlak pemimpinnya demikian, pantaslah bila rakyatnya pun sengsara, pendidikan tak maju, kesejahteraan tidak merata, dan tak sedikit yang masih berada dalam kubangan kemiskinan, kriminalitas pun meninggi.  POLRI dengan Wakabareskrim Irjen Saud Usman Nasution menyebutkan bahwa tahun 2012 tercatat angka kriminalitas sampai angka  316.500 kasus, artinya setiap 1 menit 31 detik (90 detik) terjadi 1 tindak kejahatan[3].

            Ada apa gerangan ? Nampaknya bangsa kita mengalami degradasi moral para pemimpin dan pemuda yang diakibatkan krisis kepemimpinan tiap individu. Dalam essai ini, penulis bermaksud ingin memfokuskan pembahasan pada pembentukan karakter pemuda masa kini untuk membentuk peimimpin masa depan. Diskursus mengenai peran pemuda dalam membangun sebuah negara tidak akan pernah dikenal habisnya. Pepatah “pemuda masa kini adalah pemimpin masa depan” tampak sudah mendarah daging dalam segala bentuk perjuangan pemuda di mana pun ia berada. Ketika pemuda ia berkarya, berjuang dan berkorban untuk negara, dan ketika ia semakin matang dan dewasa, negara memberikan kesempatan baginya untuk mengabdikan diri sebagai “pelayan negara”.

Sejarah mencatat, bagaimana pemuda tangguh bernama Christoper Colombus menembus samudra atlantik dan menemukan benua Amerika. Atau seorang Nelson Mandela dari Afrika yang memberikan catatan sejarah yangs angat mengagumkan, tokoh anti-apertheid ini ikhlas meninggalkan kehidupan normalnya untuk mengabdikan diri untuk bangsanya yang terjajah oleh bangsa kulti putih. Dan tentunya kita juga mengenal Ir. Soekarno yang bermimpi menjadi Presiden Indonesia, meski di saat itu “Republik Indonesia” belum lahir.[4]

Dari gambaran tokoh-tokoh pemuda diatas tercermin semangat-semangat visi pemuda dikala itu sangat tinggi. Apa kesamaan yang mereka miliki? mereka berpikir besar, berjiwa besar, konsisten dalam perjuangan, serta total memberikan hidup dan mimpinya untuk keadaan negaranya yang lebih baik. Dan mereka juga telah menuai hasil yang jauh diatas mimpinya saat pertama kali menguatkan tekad untuk memberikan perjuangan total bagi negara. Ciri-ciri inilah yang harus dimiliki pemuda Indonesia masa kini, bukan hanya sibuk dengan meniru dan mengidolakan artis-artis luar yang justru malah mengikis karakter bangsa dan sopan santun budaya timur. Pemuda masa mengalami krisis kepemimpinan dalam jiwa mereka, tak adalagi semangat juang nasionalisme, tak ada lagi visi hidup untu mengabdi pada negara.

Turunnya peran pemuda ini sangat jelas terlihat setelah akhir masa reformasi. Semangat juang pemuda yang dulu giat melawan musuh terkikis dengan arus globalisasi yang sebenarnya adalah musuh yang tak terlihat. Pemuda kian dimanjakan teknologi dan tak tertuntut untuk menjadi generasi terbaik bangsa. Disaat negeri ini kokoh dalam keunggulan komparatif seperti sumber daya alam yang hampir tidak terbatas, negeri ini justru sangat lemah dalam keunggulan kompetitif yaitu kekuatan sumber daya manusianya.

Sudah cukup kiranya, pemuda Indonesia mengelu-elukan kekuatan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, kini saatnya pemuda Indonesia berpikir besar bagaimana meningkatkan kapasitas diri dan berperan signifikan dalam perbaikan bangsa. Bukan sekedar wacana, melainkan sebuah aksi nyata yang terukur dan konsisten.

Jika Indonesia belum berhasil menemukan pemimpin yang pantas dianggap baik hingga kini, maka benih-benih muda inilah yang menjadi tonggak harapan masa depan kepemimpinan yang cerah. Jika kita terus stagnan dengan kepemimpinan yang “mlempem” takkan terelakkan jia masadepan kepemimpinan Indonesia akan suram. Kekuasaan terus secara hirarki dipegang oleh tikus-tikus bangsa penggerogot uang negara. Politik hanya terus didominasi oleh orang-orang serakah yang haus akan kekuatan. Bukan pemimpin yang mempunyai jiwa pengabdian murni terhadap negara dan juga pelaksana amanah rakyat dan Tuhan.

Berikut ini ada tiga karakter yang harus ditanamkan kepada pemuda masa kini untuk melahirkan pemimpin-pemimpin yang baik di masa depan:

1.      Benahi Moral diri
Kehancuran dan kebobrokan kepemimpinan masa kini yang penulis jabarkan di atas merupakan bukti dari krisis kepemimpinan di negara ini dari setiap individu entah itu pejabat atau pun rakyat yang kurang akhlak dan daya spiritual yang minim. Pantaslah bila Ahmad Syauqi, Penyair kenamaan mesir berkata : Eksistensi bangsa-bangsa terpelihara, selama akhlak budi mereka terpelihara. Kalau akhlak mereka runtuh, runtuh pula mereka itu. Kini, negara yang diibaratkan oleh Multatuli/Douwes Dekker laksana untaian jamrud khatulistiwa yang dihamparkan di persada nusantara hanya sekedar alunan kata belaka. Sumber daya yang melimpah apabila tidak didukung dengan sumber daya manusia yang religius dan  berakhlak qur’ani hanya akan menjadi penghias belaka, dan tidak berguna bahkan menjadi bencana yang mengancam kelangsungan hidup alam hayati. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Ar-rum : 41 :
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

2.      Budayakan kejujuran
Ada suatu kisah, pada suatu saat seorang sahabat bertanya pada Rasulullah SAW, apa yang membuat suatu negara dapat bertahan? Rasulullah Saw menjawab, “ Satu perekonomian yang baik, dua tentara yang kuat, dan tiga, orang-orang yang amanah dan jujur.” Lalu sang sahabat bertanya lagi, “Jika suatu negara tak mempunyai perekonomian yang baik, mungkinkah?” Rasulullah berkata, “Insya Allah akan tetap betahan.” Sahabat pun bertanya kembali, “ Jika tak punya tentara yang kuat?” Rasulullah membalas, “Insya Allah akan tetap bertahan, “Tetapi jika perekonomian baik, tentara kuat, tetapi tak mempunyai orang-orang yang amanah dan jujur negara itu tak akan mungkin sanggup bertahan.”
Kejujuran harus ditanamkan di hati para pemuda masakini, supaya niat mengabdi kepada bangsa tidak terkalahkan dengan kepentingan ekonomi yang banyak menjadi alasan besar korupsi pejabat merajalela di negeri ini.

3. Pentingnya esensi keadilan bagi seorang pemimpin
Karena keadilan adalah lawan dari penganiyayaan. Dalam Alqur’an dijelaskan tentang pernyataan Allah yang menjawab doa nabi Ibrahim “Dan kepada orang kafir pun aku beri kesenangan sementara (di dunia) kemudian di akhirat Aku paksa ia menjalani siksa neraka..” (Al-baqoroh-126) Demikian keadilan dijelaskan di dalam Alqur’an. Dari sini lahir kriteria dalam menetapkan seseorang sebagai pemimpin dan indikator kepantasannya untuk diangkat, antara lain bagaimana sikapnya terhadap Tuhan dan lingkungannya, bukan saja lingkungan kecil atau keluarga dan masyarakat luas. Adil menjadi syarat mutlak seorang pemimpin, Plato pernah berkata, “Dalam individu yang adil tercermin politik yang adil” ia juga berpendapat bahwa keadilan adalah satu-satunya faktor yang penting untuk mewujudkan pemerintah ideal.[5] Esensi keadilan merupakan yang palng utama, karena dengan tertanamnya rasa keadilan. Maka semua tindak penyalahgunaan kekuasaan tidak akan terjadi pada pemimpin di masa depan.

Dengan menanamkan tiga karakter utama ini kepada para pemuda masa kini ejak dini, akan tercipta pemimpin-pemimpin di masa depan yang berkarakter, berjiwa spiritual dan berintegritas tinggi untuk Indonesia yang lebih baik. Insya Allah.

* Pernah diikutsertakan dalam Seleksi Lomba Debat Antar Kampus Book Fair  Maret 2013
(Masmuhah dan Ihsan Nashihin)


[1] Quraisy Sihab, Membumikan Al-Qur’an 2 hal. 681
 [2] http://nasional.kompas.com/read/2012/10/04
[3] http://news.detik.com/read/2012/12/26
[4] http://ridwansyahyusufachmad.com
[5] Book IV Plato’s The Republic

Leave a Reply